13 Mei 2013

Sekolah di Jepang VS Sekolah di Indonesia

Link yang saya kutip dari Bidrians Abidin lewat media sosial FB, semoga bisa membuka/menggugah para pendidik di Indonesia.

{{ Sekolah di Jepang VS Sekolah di Indonesia }}

Anak saya bersekolah di salah satu Sekolah Dasar Negeri (SDN) kota Tokyo, Jepang. Pekan lalu, saya diundang untuk menghadiri acara “open school” di sekolah tersebut. Kalau di Indonesia, sekolah ini mungkin seperti SD Negeri yang banyak tersebar di pelosok nusantara. Biaya sekolahnya gratis dan lokasinya di sekitar perumahan.

Pada kesempatan itu, orang tua diajak melihat bagaimana anak-anak di Jepang belajar. Kami diperbolehkan masuk ke dalam kelas, dan melihat proses belajar mengajar mereka. Saya bersemangat untuk hadir, karena saya meyakini bahwa kemajuan suatu bangsa tidak bisa dilepaskan dari bagaimana bangsa tersebut mendidik anak-anaknya.

Melihat bagaimana ketangguhan masyarakat Jepang saat gempa bumi lalu, bagaimana mereka tetap memerhatikan kepentingan orang lain di saat kritis, dan bagaimana mereka memelihara keteraturan dalam berbagai aspek kehidupan, tidaklah mungkin terjadi tanpa ada kesengajaan. Fenomena itu bukan sesuatu yang terjadi “by default”, namun pastilah “by design”. Ada satu proses pembelajaran dan pembentukan karakter yang dilakukan terus menerus di masyarakat.

Dan saat saya melihat bagaimana anak-anak SD di Jepang, proses pembelajaran itu terlihat nyata. Fokus pendidikan dasar di sekolah Jepang lebih menitikberatkan pada pentingnya “Moral”. Moral menjadi fondasi yang ditanamkan “secara sengaja” pada anak-anak di Jepang. Ada satu mata pelajaran khusus yang mengajarkan anak tentang moral. Namun nilai moral diserap pada seluruh mata pelajaran dan kehidupan.

Sejak masa lampau, tiga agama utama di Jepang, Shinto, Buddha, dan Confusianisme, serta spirit samurai dan bushido, memberi landasan bagi pembentukan moral bangsa Jepang. Filosofi yang diajarkan adalah bagaimana menaklukan diri sendiri demi kepentingan yang lebih luas. Dan filosofi ini sangat memengaruhi serta menjadi inti dari sistem nilai di Jepang.

Anak-anak diajarkan untuk memiliki harga diri, rasa malu, dan jujur. Mereka juga dididik untuk menghargai sistem nilai, bukan materi atau harta.

Di sekolah dasar, anak-anak diajarkan sistem nilai moral melalui empat aspek, yaitu Menghargai Diri Sendiri (Regarding Self), Menghargai Orang Lain (Relation to Others), Menghargai Lingkungan dan Keindahan (Relation to Nature & the Sublime), serta menghargai kelompok dan komunitas (Relation to Group & Society). Keempatnya diajarkan dan ditanamkan pada setiap anak sehingga membentuk perilaku mereka.

Pendidikan di SD Jepang selalu menanamkan pada anak-anak bahwa hidup tidak bisa semaunya sendiri, terutama dalam bermasyarakat. Mereka perlu memerhatikan orang lain, lingkungan, dan kelompok sosial. Tak heran kalau kita melihat dalam realitanya, masyarakat di Jepang saling menghargai. Di kendaraan umum, jalan raya, maupun bermasyarakat, mereka saling memperhatikan kepentingan orang lain. Rupanya hal ini telah ditanamkan sejak mereka berada di tingkat pendidikan dasar.

Empat kali dalam seminggu, anak saya kebagian melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga. Ia harus membersihkan dan menyikat WC, menyapu dapur, dan mengepel lantai. Setiap anak di Jepang, tanpa kecuali, harus melakukan pekerjaan-pekerjaan itu. Akibatnya mereka bisa lebih mandiri dan menghormati orang lain.
Kebersahajaan juga diajarkan dan ditanamkan pada anak-anak sejak dini. Nilai moral jauh lebih penting dari nilai materi. Mereka hampir tidak pernah menunjukkan atau bicara tentang materi.

Anak-anak di SD Jepang tidak ada yang membawa handphone, ataupun barang berharga. Berbicara tentang materi adalah hal yang memalukan dan dianggap rendah di Jepang.

Keselarasan antara pendidikan di sekolah dengan nilai-nilai yang ditanamkan di rumah dan masyarakat juga penting. Apabila anak di sekolah membersihkan WC, maka otomatis itu juga dikerjakan di rumah. Apabila anak di sekolah bersahaja, maka orang tua di rumah juga mencontohkan kebersahajaan. Hal ini menjadikan moral lebih mudah tertanam dan terpateri di anak.

Dengan kata lain, orang tua tidak “membongkar” apa yang diajarkan di sekolah oleh guru. Mereka justru mempertajam nilai-nilai itu dalam keseharian sang anak.

Saat makan siang tiba, anak-anak merapikan meja untuk digunakan makan siang bersama di kelas. Yang mengagetkan saya adalah, makan siang itu dilayani oleh mereka sendiri secara bergiliran. Beberapa anak pergi ke dapur umum sekolah untuk mengambil trolley makanan dan minuman. Kemudian mereka melayani teman-temannya dengan mengambilkan makanan dan menyajikan minuman.

Hal seperti ini menanamkan nilai pada anak tentang pentingnya melayani orang lain. Saya yakin, apabila anak-anak terbiasa melayani, sekiranya nanti menjadi pejabat publik, pasti nalurinya melayani masyarakat, bukan malah minta dilayani.

Saya sendiri bukan seorang ahli pendidikan ataupun seorang pendidik. Namun sebagai orang tua yang kemarin kebetulan melihat sistem pendidikan dasar di SD Negeri Jepang, saya tercenung. Mata pelajaran yang menurut saya “berat” dan kerap di-“paksa” harus hafal di SD kita, tidak terlihat di sini. Satu-satunya hafalan yang saya pikir cukup berat hanyalah huruf Kanji.
Sementara, selebihnya adalah penanaman nilai.

Besarnya kekuatan industri Jepang, majunya perekonomian, teknologi canggih, hanyalah ujung yang terlihat dari negeri Jepang. Di balik itu semua ada sebuah perjuangan panjang dalam membentuk budaya dan karakter. Ibarat pohon besar yang dahan dan rantingnya banyak, asalnya tetap dari satu petak akar. Dan akar itu, saya pikir adalah pendidikan dasar.

Sistem pendidikan Jepang seperti di atas tadi, berlaku seragam di seluruh sekolah. Apa yang ditanamkan, apa yang diajarkan, merata di semua sekolah hingga pelosok negeri. Mungkin di negeri kita banyak juga sekolah yang mengajarkan pembentukan karakter. Ada sekolah mahal yang bagus. Namun selama dilakukan terpisah-terpisah, bukan sebagai sistem nasional, anak akan mengalami kebingungan dalam kehidupan nyata. Apalagi kalau sekolah mahal sudah menjadi bagian dari mencari gengsi, maka satu nilai moral sudah berkurang di sana.

Di Jepang, masalah pendidikan ditangani oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Olah Raga, dan Ilmu Pengetahuan Jepang (MEXT) atau disebut dengan Monkasho. Pemerintah Jepang mensentralisir pendidikan dan mengatur proses didik anak-anak di Jepang. MEXT menyadari bahwa pendidikan tak dapat dipisahkan dari kebudayaan, karena dalam proses pendidikan, anak diajarkan budaya dan nilai-nilai moral.

Mudah-mudahan dikeluarkannya kata “Budaya” dari Departemen “Pendidikan dan Kebudayaan” sehingga “hanya” menjadi Departemen “Pendidikan Nasional” di negeri kita, bukan berarti bahwa pendidikan kita mulai melupakan “Budaya”, yang di dalamnya mencakup moral dan budi pekerti.

Hakikat pendidikan dasar adalah juga membentuk budaya, moral, dan budi pekerti, bukan sekedar menjadikan anak-anak kita pintar dan otaknya menguasai ilmu teknologi. Apabila halnya demikian, kita tak perlu heran kalau masih melihat banyak orang pintar dan otaknya cerdas, namun miskin moral dan budi pekerti. Mungkin kita terlewat untuk menginternalisasi nilai-nilai moral saat SD dulu. Mungkin waktu kita saat itu tersita untuk menghafal ilmu-ilmu “penting” lainnya.

Demikian sekedar catatan saya dari menghadiri pertemuan orang tua di SD Jepang.

20 komentar:

  1. Bagus dong kalau tidak ada yang bicara materi jadi tidak membuat anak-anak lain merasa minder

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mb... Moga2.. apa yg sdh mjd pilihan kita dlm menentukan sekolah, bs jd bekal yg bermanfaat buat ke anak2 kita depannya..

      Hapus
  2. Ya ampuuuuun. Ini keren. Sungguh. Kalo pendidikan macam begini ada di Indonesia, gak ada lagi itu orang2 menduduki bantaran kali dan susah disuruh pergi. Dst, dst...

    Tapi ya, kadang di rumah kita sudah menerapkan A, B, C, sesuai yg kita pengen, ternyata di sekolah ada D, E, F (anakku sekolah di SD negeri yg gratis juga).

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju mb... Harusnya apa yg diterapkan di rumah setidaknya sama dg yg di sekolah... Supaya anak tdk bingung jg..

      Hapus
  3. iya mbak bagus bener ya menanamkan kepribadian dan karakter yang baik...aku juga dah baca ini dari sharing feb ayah edi di fb kayaknya...:)
    mbak kalo untuk kartun doc mc stuffin dulu saya pernah lihat di tv swasta tapi lupa dimana kalo tak salah pagi pagi gitu..kalo tak salah di MNC tv atau AN TV yah??? lupa...banyak kok kartun disney yang tayang di tv swasta kita..
    maaf yah mbak jarang bw..ini mumpung dirumah disambil sambil nemanin kinan main...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama mb... jarang bw, kl ga kelar posting... Lam kangen jg buat Kinan..

      Hapus
  4. yah... karena sekolah di indonesia seperti yang kita ketahui, begitu itu... tugas kita sebagai orang tua, dan sebenarnya memang ini sudah seharusnya... mengajarkan kepada anak segala hal tentang nilai moral itu.

    bagaimana pun, orang tua dan rumah lah yang mestinya menjadi tempat utama bagi anak-anak untuk belajar...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Rumah dan lingkungan tepatnya... Mau itu di sekolah, tempat lain, yg penting yg diterapkan sama mb..

      Hapus
  5. baru tau sekarang...
    kenapa kok kemaren ada sekumpulan kepala sekolah study banding ke jepang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga membawa manfaat ya mb... Dan sistem pendidikannya diterapkan di Indonesia

      Hapus
  6. Bagus banget nilai moral yang diajarkan di Jepang ya. Apalagi ini anak SD ya, pas banget timingnya dimana kalo mereka udah terbiasa sama itu semua slama diSD insyaAllah akan begitu seterusnya.
    Jadi PR aku dan bapaknya dirumah nih. TFS ya nggie :)

    BalasHapus
  7. Anak SD memang waktu yang tepat untuk mengajarkan pendidikan moral mbak karena inilah dasarnya, berbeda kalau udah dewasa terus mau diajarin moral, akan dikit2 susah :)

    BalasHapus
  8. Baru tahu aku mbak tentang sekolah di Jepang

    BalasHapus
  9. Keren..keren banget sistem pendidikannya.. Patut ditiru, kalopun gak bisa dari sekolah, setidaknya dari rumah bisa banyak menanamkan nilai moral untuk anak..

    BalasHapus
  10. Bagus banget ini, jadi tau sistem pendidikan disana. Jadi inget jg ttg penelitian negara yg menjalankan nilai2 islam, menariknya justru Jepang berada di peringkat pertama krn nilai2 islami seperti kebersihan, disiplin, dsb justru lebih terlihat pd masy Jepang dibanding negara2 yg penduduk muslimnya banyak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mb... Semoga Indonesia bisa seperti itu ya..

      Hapus